Selamat datang di ruang ventilasi

Kumpulan tulisan ringan tanpa tendensi. Tidak untuk dibaca dengan kening berkerut, apalagi sampai lapor polisi....

Kamis, 10 Juni 2010

Haruskah menjadi dokter?

Seorang teman begitu girang anaknya diterima di FKUI. Kita pun ikut senang. Tapi kalau kegembiraan ini kemudian menjadi euforia yg tak kenal waktu dan tempat, selesailah keikutsenangan ini. Berganti sebal dan geregetan.

Cukuplah katakan terima kasih pada ucapan selamat dari yg lain. Cukuplah bersyukur pd Tuhan. Cukup. Nggak usahlah pake cerita panjang lebar gimana dia "berjuang" sampai anaknya diterima. Masalahnya, apa yg diceritakan sebetulnya menggelikan, menunjukkan betapa ambisius gak karuannya dia. Sampai lupa bahwa seorang anak berhak menjalani hari-hari dan aktivitas normal sesuai usianya. Bahwa seorang anak berhak hidup sebagai manusia normal yang utuh, bukan hanya ngotot supaya jadi mahasiswa kedokteran.Padahal, sebetulnya cerita semacam itu malah membuktikan bahwa sang anak tidak superior sehingga memerlukan usaha teramat keras....

Faham sih, pastilah bangga anaknya bisa mengalahkan sekian ratus anak lain. Tapi mbok ya rasa bangga itu dishare dg keluarga saja. Tidak perlu seluruh dunia dipaksa menonton euforia itu. Apalagi dengan kalimat-kalimat yg kesimpulannya adalah "menjadi mahasiswa FKUI adalah segalanya, adalah pencapaian tertinggi karena yg lain kalah bermutu". Pasalnya, di antara para penonton ini adalah para ortu lain yang tidak semua anaknya sukses menjalani tes masuk yg sama. Di antara penonton juga ada yg anaknya tidak memilih menjadi dokter karena memang tidak berminat. Kebayang ngga sih, perasaan para ortu itu?

Memangnya kenapa dengan menjadi dokter? Memangnya kalau bukan dokter berarti tidak hebat? Sri Mulyani Indrawati itu dokter, apa? Bukan toh? Albert Einstein dokter? Bukan. Bill Gates, Mahatma Gandhi, Mother Theresa, Meryll Streep, Anggun C. Sasmi...., dokter? Bukaaaaaaaaaannnn!!!
(Rasulullah juga nggak ada yang dokter, je...)

Jadi kenapa memangnya kalau seseorang tidak jadi dokter? Atau dibalik gini, apa jadinya dunia ini kalau semuanya dokter? Kebayang nggak hidup tanpa pernah mendengar rekaman musik-musik indah karya komposer hebat? Hidup tanpa keindahan lukisan atau foto-foto luar biasa karya seniman-seniman luar biasa? Hidup tanpa film? Tanpa sepakbola atau balapan F1? Tanpa majalah, koran dan TV? Tanpa mobil, telepon dan fotokopi? Nggak usah jauh-jauh: adakah dokter bisa hidup tanpa perawat, petugas pembersih, petugas sterilisasi alat, penjahit baju-baju scrub, teknisi, produsen gas medis?

Betapa luas kehidupan ini untuk diarungi oleh hanya satu kaum. Bumi memerlukan bermilar manusia untuk menjaganya. Bermiliar manusia dengan berbagai baju dan panji, dengan berbagai lenggok dan kiprah. Betapa sempitnya akal kita jika merasa menjadi dokter adalah the ultimate choice. Kalau semua jadi dokter, trus pasiennya sapa???

Berbesarhatilah dengan beragamnya manusia dalam kehidupan kita. Warna-warni keberagaman itu indah. Semua profesi yang bertujuan baik juga adalah indah. Jadi, mari kita saling bergandeng tangan dan menghargai keberagaman. Mari kita belajar menghargai pilihan generasi masa depan akan profesinya. Mau jadi lawyer kek, ahli IT kek, chef kek, designer kek, insinyur, diplomat, ekonom, tentara, pramugari, sutradara, wartawan, petani, guru, atlet, supir taksi, pedagang, artis.....

Apa pun pilihan mereka, hargailah. Asalkan tidak melanggar hukum dan norma kepatutan, semua profesi tentu ada manfaatnya. Cuma........ Kalau anakmu jadi artis, tolong diingatkan kalau di depan kamera foto atau video atau film sebaiknya berpakaian lengkap ya?

Peace.....



Minggu, 23 Mei 2010

Sebelas juta sembilan ratus ribu rupiah saja


Aku tidak pernah mempunyai Personal Computer. Selama ini selalu pakai laptop. Gonta-ganti dengan berbagai merk. Biasanya umur 3 tahun lebih dikit mulai deh rewel. Sesak nafas, jalan makin lambat, hang melulu,.... Jadinya piranti yang harusnya mempermudah pekerjaan malah menambah pekerjaan plus beban mental. Yang kayak gini kan bikin marah mulu bawaannya! Belum lagi duit yang harus keluar karena servis ini-itu. Penjual barang-barang gini kan pinter, kasih garansi maksimal (yang extended) 3 tahun, karena biasanya masalah akan datang pas 3 taun + 1 hari.
Tapi bagaimana pun njelehi, laptop tetap menang dari segi praktis. Bisa dibawa ke mana-mana. Tanpa listrik pun jadi, meski gak bisa lama-lama. Masalahnya, seiring dengan merambat naiknya umur, cadangan energi dan minyak sendi pun merambat...turun. Alhasil, yang dulu bisa nenteng laptop 2,5 kiloan sekarang cuma sanggup yang 1,7 kilo. Akibat ikutannya adalah kapasitas si mungil ini pun turun lah. Prosesor gak bisa Core 2 Duo, cuma Atom doang. Hasil akhir? Yaaa, lagi-lagi muntah-muntah melulu tuh laptop, kekenyangan. Demi tidak terjadi overload, terpaksa deh rajin mindahin isi perutnya ke external hard disc. Jadi capek kan. Giliran kita perlu data yang kemaren-kemaren kudu colok dulu tuh hard disc.
Maka lama kelamaan, racun yang ditiupkan teman-teman sejawatku mulai menembus kulit kepala, menyusup di antara periosteum kranium, mengalir di antara sulkus dan girus, meresap dan akhirnya mengendap di dlam sitosol sel-sel neuronku. Aku teracuni..... Teman-temanku, si peracun itu, pun makin semangat.
Akhirnya datanglah barang itu. Berapa harganya? "11 jeti 900", kata temanku. Ha? Dua belas juta kurang seratus ribu hanya untuk sebuah apel yang sudah digigit?! "Ini termasuk murah lho! Aku sudah browse, harga aslinya 1200 koma sekian USD lho. Trus, di toko X dia jual 12 koma sekian jeti. Di toko Y lebih mahal lagi, 12 setengah jeti. Di toko Z lebih murah sih, 11 koma 1 jeti. Tapi stocknya lagi kosong...". Aku mikir. Beli nggak, beli nggak, beli..nggak...beli...nggak......beli. Temanku bilang harga segitu biasa saja. Yang lebih mahal juga banyak kok. Oke deeeeh.
Akhir minggu, seperti biasa jadwalku pulang ke rumah ibu dan ketemu kakak beserta ponakan-ponakanku. Kakakku menyampaikan cerita sedih tentang seorang sahabat masa remajanya. Akibat bisnis dengan cara tidak profesional, hanya berdasar asas kepercayaan, dia yang dulunya berasal dari keluarga cukup berpunya sekarang hidup sangat sangat kekurangan. Anaknya terancam tidak meneruskan pendidikan karena tidak sanggup membayar uang muka sekolah. Berapa sih? "Tiga juta sekian", kata kakakku. Aku tercenung. Tiga juta...
Belum selesai tuh cerita. Aku punya dua set ponakan yang sudah yatim. Satu set isinya 4 orang tuyul, tinggal di Jakarta. Yang satu set lagi dua orang, sudah beranjak besar, tinggal di kota lain. Ayah-ayah mereka sudah meninggal sejak mereka kecil dan keduanya adalah sepupuku. Mereka semua, baik yang tuyul maupun yang sudah besar, perlu biaya untuk sekolah dan kuliah. Yang tertua, kuliah teknik, nyambi cari uang dengan ngasih les di sana-sini. Tapi tetap saja kurang. Kali ini dia banting tulang cari tambahan uang untuk keperluan studinya. Dia perlu sejumlah 1,5 juta...! Banting tulang untuk 1,5 juta..?!
Belum tamat. Kata kakakku, si sulung yatim yang di Jakarta juga perlu uang tambahan untuk sekolahnya. Dia memang anak asuhku dan tiap bulan kuberi sejumlah tetap uang. Rupanya dia tidak enak hati minta tambahan sehingga terancam tidak bisa ikut suatu kegiatan di sekolah. Emang berapa sih perlunya? "Satu juta berapa, gitu", kata kakakku.
Aku tercenung.
Dengan ringannya aku menyatakan Rp 11.900.000 itu "murah", sedangkan orang lain, yang tidak jauh dari lingkaran keluargaku, tidak berdaya untuk angka di bawah 2 juta.... Keponakanku, anak yatim, mengorbankan jam-jam istirahat dan kesempatan berkencannya demi mendapatkan uang tambahan 1,5 juta.....
Ya Tuhan.... Malunya aku....

"Cling!", iPhoneku berbunyi. "Dok, mau ikut rombongan ke Dubai nggak, kongres dunia nanti?". SMS sekretaris di kantor bertanya seolah-olah nawarin belanja rame-rame ke Tanah Abang.
"Berapa perlunya?", balasku.
"Kalo nggak ikut tour ke Turki, cuma ke Jordan, sekitar 30-40 dok. Kalo mau plus tour ke Turki nambah dikit".
Kukatakan "tidak" kepada si sekretaris. Pake "terima kasih", tentu. Aku tidak mengatakan aku tak sanggup bayar 40 juta. Itu bohong namanya. Tapi...... Wajah anak teman kakakku, ponakan ABGku, ponakan segede tuyulku... Duuuhhhh....

Akhir minggu berikutnya. Pagi-pagi sebelum dunia hingar-bingar, sebelum lobby apartemen dipenuhi segala bentuk manusia, dari yang tertutup rapat dari ujung ke ujung, hingga yang hanya tertutup ujungnya saja, kupaksakan membuka mata. Melangkah ke tiga gerai ATM di lantai bawah. BCA Rp sekian untuk rekening teman kakakku. Mandiri Rp sekian untuk ponakanku si tuyul. Niaga Rp sekian untuk ponakan ABGku. Maafkan tante ya anak-anak, membiarkan kalian hidup susah sementara tante setebal karung karena kekenyangan makan.
Tuhan, beri aku kesehatan, umur panjang, rejeki yang halal dan kemampuan untuk membantu orang-orang yang hamba kasihi. Dan .....kurangi dikit dosa hamba, boleh....?


Selasa, 23 Februari 2010

Ntar deh....

Kayaknya semua orang pasti pernah menunda pekerjaan atau tugas gara-gara malas. Kalau tertunda gara-gara sebab yang tidak bisa dihindari sih, gak perlu dibahas. Tapi kalau gara-gara males...nah!

Konon, mereka yang lahir dalam naungan shio ular sering malas. Samalah dengan lambangnya yang ular itu, sekali makan HAP!, bisa kenyang berminggu-minggu. Gak perlu susah-susah kerja lagi, bobo aja ngelungker. Untuk cerita permalasan, kayaknya cocok deh dengan diriku yang memang manusia (shio) ular. Meski untuk urusan ulet nyari mangsa nggak masuk kriteria, tapi urusan ngelungker itu...hmmm, sammaaa!
Meskipun kalau dipacu adrenalin kerjaan sebenarnya bisa kelar dalam hitungan jam, tapi kebanyakan aku bisa mengeram tugas itu sampai berminggu-minggu, bahkan berbulan-bulan. Kalo telur bisa netas, tumbuh gede, sampai dia sendiri bertelur.

Jangan dibilang penunda pekerjaan belum pernah merasakan akibat ngulur-ngulur waktu. Udah sering boooo'... Yang pontang-panting kepepet deadline, yang gigit jari karena keburu keduluan orang lain, yang gagal total karena pintu udah ketutup..... Itu mah cerita biasa bagi para penunda kerja. Kok gak kapok? iya ya, kenapa juga masih terjadi terus?

Kadang hati dan emosi sedang betul-betul tidak bisa diajak kompromi, sehingga otak membeku dan pada gilirannya semua transmisi saraf ke tangan dan kaki juga beku. Siapa yang mau disalahkan? Perasaan yang amburadul kan tidak diatur datangnya. Dan sampai sekarang belum ada metoda cespleng untuk menginhibisi atau menstimulasi sistem limbik di otak yang bersangkut-paut dengan emosi dan "rasa".
Kadang aku juga capek badaniah (asli capek, bok), sehingga tak sanggup mengerjakan tugas apa pun. Manusiawi dong. Tapi seringkali capek udah reda, rehatnya masih pingin "tambuo". Ah, kan masih ada besok..... Besoknya ngomong gitu lagi dan lagi. Jadinya bukan lagi besok, tapi MBESOOOOK (cara Jawa).

Sekarang ini pun aku masih terpaku dengan setumpuk tugas yang harusnya kuselesaikan. Tapi apa yang kulakukan? Bingung mau ngerjain yang mana dulu, jadinya aku malah nulis blog (ini nih), ngobrol di facebook, atau .... nggambar dan maen gitar! Padahal aku tahu setahu-tahunya, hari yang panjang pun ada akhirnya, alias semua itu pasti ada deadline. Dan jika waktu itu menjelang (dan itu gak lama lagi), paling-paling ujungnya nyesal. Terus nyanyi lagunya The Virgin (yang sumpeh lu, videoclipnya jelek banget!). Tuhaaaaan berilah aku hidup satu kali lageeee......

Dasar ular....



Senin, 22 Februari 2010

Bingun


Pernah nggak, kepingin banget nulis tapi macet gara-gara terlalu banyak yg mau ditulis?
Sekarang tiba-tiba aku pingin nulis. Persis kayak keinginan tiba-tiba untuk melukis, yg ngga tahu waktu itu. Siang bolong, di tengah suhu beku kamar operasi, tiba-tiba keinginan itu nongol.
Masalahnya.......
Masalahnya, apa yang mau ditulis nih?
Gini ya, sebenarnya sekarang ini ada 1 proyek besar untuk ditulis, 2 proyek sedang dan 3 proyek kecil. Lha kenapa ga dikerjain aja salah satu?
Ini dia.
Kesemua proyek di atas adalah proyek resmi. Dengan demikian harus senantiasa menggunakan Bahasa Indonesia yang baik dan benar. Berhubung semua maunya begitu, maka otakku keriting.
Jadilah aku pingin nulis yang laen. Tapi apaaa???
Apa ya?
Ha?

Senin, 08 Februari 2010

DODOL dan DUREN (tulisan gak penting)


Dodol. Inilah kata yang paling banyak kuucapkan dalam tiga hari terakhir. Gara-gara serangan virus antah berantah yang membuat tulang-tulangku serasa gigi yang sedang dibor. Nyiiiiittttt.... Alhasil aku terkapar di tempat tidur. Tidak bisa beraktivitas dan rugi waktu tapi tak kuasa protes, aku cuma bisa berkali-kali mengumpat diri sendiri "dodol, dodol!".

Kenapa dodol sih?!


Aku juga tidak tahu sejak kapan dan siapa yang pertama kali menjadikan kata yang aslinya berarti makanan manis yang jemek-lembek-dekil ini menjadi umpatan. Tadinya, kayaknya kata ini masuk dalam genre "tingkat kecerdasan" bersama dengan blo'on, bodoh, tolol, dsb. Tapi berbeda dengan yang lain, dodol punya area yang sedikit lebih luas. Di dalamnya ada nuansa konyol. Jadi "dodol" dikonotasikan untuk seseorang yang "rada konyol dan rada blo'on". Gitu deh kira-kira.



Meskipun kalau diucapkan bunyinya mirip dengan teman-temannya (kebanyakan sama-sama diakhiri vokal O kan?), dodol ternyata terdengar lebih manis. Sama dengan kata aslinya yang makanan manis jemek-lembek-dekil itu tadi. Coba deh. Beda lho dimaki "goblok lu!" dengan "dodol deh lu!". Ada sentuhan "mesra" terselip di dalamnya (ck ck ck...!). Mungkin mirip dengan penggunaan makian "matamu" di kalangan anak-anak muda Jogja. Yang bukan orang Jawa tak kasih tahu ya, "matamu" itu sebetulnya makian paling kasar di jagat. Tahu kenapa? karena kata "mata" hanya digunakan untuk hewan. Untuk manusia, sekasar-kasarnya adalah "mripat". yang lebih halus "tingal". Jadi, kalau seseorang dimaki "matamu" itu sama dengan menyejajarkan dirinya dengan para penghuni kandang. Tapi anehnya, di Jogja orang tidak tersinggung dimaki "matamu", paling-paling nyengir doang. Soalnya kata ini diucapkan antar teman. Yang mengucapkan pun biasanya sambil senyum-senyum. Jadi ini makian sayang, gitu. Sama seperti "dodol" kita tadi.



Nah, sekarang duren. Durian (Durio dulcis) belum pernah dijadikan makian, sih. Ini semata-mata sentimen pribadi. Eh, tapi sebetulnya nggak terlalu pribadi juga lho. Fakta ilmiah menyokong bahwa buah ini bisa digolongkan dalam "makanan jahat". Jangan protes dulu...! Pertama, kulitnya aja bisa bikin cedera (apalagi kalau ikut ditelan, hehehee). Kedua, baunya menyebabkan polusi udara. Kakakku pernah bawa duren dalam avanzanya. Sampai berminggu-minggu gak ilang tuh bau, meskipun kaca mobil dibuka terus. Pening, tauk?! Ketiga (nah, ini), kandungan gula dalam duren tuinggiiiii. Tenan ki! Ada seorang teman pernah bilang, "Aku sih kalo milih duren ga yang manis, kok. Aku lebih suka yang rada-rada pahit gitu". Lucu deh dia. Pahit itu kan dikarenakan kandungan alkohol yang tinggi. Emang alkohol apaan? Alkohol kan gula juga, dodol (naaa keluar dodolnya...)! Efek alkohol apa? Baca sendiri ah! Di wikipedia juga ada kok. Yang jelas, sudah sering sekali ada cerita seseorang mendadak harus diopname di RS setelah makan duren. Sayang tidak ada data resmi berapa insidennya per tahun. Yang pasti, duren dapat meningkatkan kadar gula darah berlipat-lipat dalam hitungan jam. Maka dari itu, mereka yang mengidap diabetes harus jauh-jauh dari benda ini. Kalau ngeyel tanggung sendiri akibatnya. Plis deh, jangan ngrepotin tetangga yang kudu nganter ke RS tengah malam.


Dodol dengan duren. Kalau digabungkan, logikanya pasti menjadi sesuatu yang jelek banget ya. Udah duren, dodol pula. Sama dengan topan dan badai. "Topan badai" hiperbola banget kan? tapi ternyata, dodol duren lebih sopan daripada "dodol" sendiri (sebagai umpatan) dan duren segar. Oleh karena proses pembuatan dodol duren yang bisa lama sekali di atas api kecil, menyebabkan banyak alkoholnya menguap hilang. Belum pernah dilaporkan pemasak dodol duren mabuk karena menghirup alkohol, sih. Tapi coba cium dodol duren, tidak ada bau alkohol kan? Dari segi kadar gula aku tidak tahu pasti perbedaan antara duren segar dengan lempok (dodol duren). Tapi setidaknya dia lebih aman bagi lambung (dan otak) yang sensitif terhadap alkohol.


Jadi, wahai para penikmat duren, jangan kau lupakan efek jahat buah beracun ini setiap kali engkau melahapnya. Dan yang lebih penting, Sodara-sodara, tolong jangan menyiksa "orang tak suka duren" dengan baunya yang luar biasa itu. Para pemilik supermarket atau fruit boutique (halah), tolong letakkan benda bau berduri ini di tempat yang sopan sedemikian rupa, sehingga baunya tidak menyebar ke mana-mana. Para ibu rumah tangga, tolong selalu tanyakan kepada tamu anda apakah dia suka duren sebelum anda memamerkan pudding duren atau cookies duren atau whatever duren hasil kreasi yang ibu-ibu banggakan.

Bagi yang sudah kecanduan dan pingin tapering off, ada baiknya beralih dulu pada lempok kalau tidak sanggup langsung bercerai. Tapi ya jangan sering-sering juga. Ingat gulanya, bok. Jangan sampai diopname dengan diagnosis "intoksikasi lempok".